Seperti tanah basah yang mengandung kesuburan dan pertumbuhan, jiwa manusia mencari dalam keremangan kabut kesadaranya tentang jati dirinya. Mengapa dia dilahirkan di dunia? Setiap oarang mencari kedamaian dan harmoni, sebab itulah yang tidak ditemukan dalam hidup mereka. Karena tidak merasa damai dengan dirinya, orang menularkan ketidak harmonisan itu ke orang -orang lain juga, ke lingkunganya. Maka lahirlah, penderitaan, dendam dan kemarahan. Kehidupan menjadi beban. Bagaimana kita dapat mengembalikan kedamain itu? Bagaimana kita dapat harmonis dengan diri kita sendiri, mempertahankan damai di lingkungan kita, sehingga orang lain juga bisa hidup penuh ketentraman?
Antara kabut dan tanah basah mengajak kembali manusia untuk pulang kepada jiwanya dan melihat realitas dirinya apa adanya, melihat kebenaran dari dalam dirinya sendiri. Da dengan itu menemukan kembali kedamaian. setiap orang yang mencari kebenaran dan kedamaian akan menyusuri tujuh tingkat pemurnian: pemurnian budi, pemurnian rasa, pemurnian hati, keheningan, kebebasan batin dan pengorbanan, lalu pencerahan. Jalan ini terbuka bagi setiap orang, dan berbahagialah bagi mereka yang memilih untuk menapakinya.
BAB 1
Tingkat pertama : Pemurnian Budi - Kerinduan Terdalam
"Kesadaran jiwa bisa membawa berkat atau kutuk bagi dirinya. Awal perjalan adalah untuk membiarkan kerinduan jiwa akan makna mengarahkan seluruh kasadaranya. Kerinduan setiap jiwa adalah unik. Kita mencintai orang -orang yang berbeda, meratap di muka nisan yang berbeda. Namun pada akhirnya ujung perjalanan adalah sama. Kita ingin bahagia dan hidup penuh makna."
BAB 2
Tingkat kedua : Pemurnian Rasa
"Jiwa selalu berada dalam hubungan dengan yang lainya. Dalam hubungan itulah jiwa mngalami sisi terang dan bayang - bayangnya, antara mimpi dan kenyataan, antara dendam dan pengampunan, antara cinta dan kehilangan. Semua yang dirasakan jiwa sebagai letupan - letupan rasa hanyalah sebagian dari dirinya. Jiwa lebih besar dari perasaanya."
BAB 3
Tingkat Ketiga : Pemurnian Hati
"Kebenaran akan menunjukan keterbatasan jiwa namun sekaligus memerdekakanya, apabila jiwa punya keberanian untuk menerima. Kerendaha hati adalah keutamaan sejati, menyadari bahwa selalu ada bagia dari dirinya yang tidak mampu dimengerti dan dikuasainya".
BAB 4
Tingkat Keempat : Keheningan jiwa
"Hening berarti kosong. Kosong berarti penuh makna. Kita merangkai jeruji dan menyebutnya roda, tetapi maknanya ditentukan di ruang kosong tempat dia bergerak. Kita membentuk tanah liat menjadi periuk, mangkok, dan gelas; akan tetapi maknanya ditemukan dalam ruang yang tercipta. Kita melubang tembok dan menyebutnya pintu atau jendela. Dan di lubang itulah maknanya ditemukan. Jiwa menjadi hening ketika melepaskan egonya dan membiarkan hidupnya diarahkan oleh makna".
BAB 5
Tingkat Kelima: Kebebasan Batin
Kemerdekaan batin tercapai ketika jiwa mampu berkata: "Aku bebas dari rasa dendam, penderitaan, kemarahan, dan rasa bersalah. Aku bebas dari rasa diriku adalah yang terpenting. Aku bebas dari rasa mengasihani diri. Aku bisa menertawakan diriku sendiri. Aku melihat kejenakaan kehidupan".
BAB 6
Tingkat keenam: Pengorbanan Diri - Kedamaian Sejati
Pengorbanan diri karena cinta adalah jalan jiwa untuk menemukan kedamain sejati. Jiwa tidak akan kehilangan apa - apa, akan tetapi justru akan melihat kahadiran Allah dalam segala sesuatu. Jiwa menari dengan irama alam semesta. Dia tidak lagi berada di dalam dunia. Dunia yang berada dalam dirinya.
BAB 7
Tingkat Ketujuh: Pencerahan
Inilah tingkat tertinggi dari kesadaran jiwa ketika jiwa bersatu dengan yang Ilahi. Ketika mata jiwa dibuka dan menemukan bahwa dirinya mengatasi kehidupan, maut dan kematian, karena dirinya adalah roh murni, dari awal dan akan senantiasa demikian.